Reporter: Rudi Hartono
Medan | Gerbang Indonesia – Pengamat Hukum dan Sosial Sumatera Utara, Eka Putra Zahran, SH, MH, yang juga berprofesi sebagai seorang advokat yang memiliki sebuah firma hukum; “Kantor Hukum EPZA”. Berlokasi di Jalan Madio Utomo Nomor 1D, ditemui saat istirahat Rabu siang (15/12) oleh awak media Gerbang Indonesia membahas tentang berita viral belakangan ini.
Ditengah-tengah aktivitasnya yang padat menjalankan profesi, beliau masih memberikan waktu untuk sesi wawancara membahas persoalan hukum tentang berita viral tersebut. Beliau merupakan salah seorang Staff Peradi Medan. Dlaam pandangan hukum dan sosialnya, beliau banyak menjadi referensi advokat pemula dan menjadi “guru” bagi para Mahasiswa Hukum di beberapa universitas saat membuka “klinik hukum”. Bahkan menjadi langganan Surat Kabar Harian yang terkenal di Kota Medan, selaku pengamat Hukum dan Sosial dalam jurnal khusus membahas hukum dan sosial.
Beberapa pekan terakhir, jagad maya dihebohkan oleh peristiwa-peristiwa negatif, yaitu pemberitaan terkait tindak tanduk atau tingkah laku anggota atau personil kepolisian selaku Aparatur Penegak Hukum (APH). Banyaknya temuan prilaku negatif dari oknum APH nakal yang telah mencoreng wajah institusi kepolisian selaku lembaga profesi tersebut, tak terlepas oknum nakal dilingkungan Polrestabes Medan.
Salah satu contoh yang bikin heboh dan baru saja terjadi di Medan adalah aksi heroik tapi tak menarik alias tak bernilai simpatik, yaitu kasus pemerasan yang dilakukan seorang peronil polisi berinisial Bripka PS terhadap seorang pengendara di kota Medan, yang akhirnya mengakibatkan oknum polisi yang bertugas di Kepolisian Sektor Delitua tersebut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dan terancam hukuman 9 tahun penjara.
“Penetapan tersangka terhadap Bripka PS itu dilakukan atas hasil gelar perkara oleh penyidik Polrestabes Medan, terbukti bahwa yang bersangkutan melakukan unsur pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam pasal 368 jo 53 KUH Pidana dengan ancaman 9 tahun penjara. Di satu sisi penulis mengapresiasi hasil gelar perkara yang dilakukan penyidik Polrestabes tersebut. Namun, di sisi yang lain prilaku tersangka Bripka PS tersebut selaku anggota personil kepolisian sangat tidak elok, tidak terpuji, tidak menarik alias tidak bernilai simpatik. Pokoknya sangat disayangkanlah mental aparat seperti itu”, ujarnya berkomentar tajam.
“Hemat saya kasus Bripka PS ini, ibarat gunung Es. Ini hanya salah satu yang terungkap kepermukaan, sudah menjadi rahasia umum dilapangan sering kita temukan praktik-praktik pemerasan seperti ini, hanya saja kadang orang malas untuk memperpanjang persoalan. Barangkali kasus Bripka PS ini boleh dibilang, pas lagi apesnya lah ini atau bisa juga puncak masalah, sehingga habis kesabaran masyarakat. Yang jelas kasus Bripka PS ini harus kita jadikan sebagai pelajaran berharga bagi semua pihak, khusunya bagi aparat kepolisian yang bertugas dijalanan dan kepada masyarakat jika ada indiksai pemerasan agar tidak segan melapor”, lanjutnya bersemangat.
Dari penelusuran awak media, Eka Putra, yang juga merupakan pengurus salah satu organisasi keagamaan (Muhammadiyah) ini menuturkan lebih lanjut, “Terkait ancaman hukuman saya pikir sudah bagus, tersangka dikenai pasal berlapis tentang pemerasan dan diancam penjara 9 tahun. Memang harus begitu, biar ada efek jera (shock teraphy), sehingga kedepan tidak ada lagi personil polisi yang berani bermain-main atau mempermainkan hukum diajalanan dengan dalih apapun termasuk melakukan pemerasan.
Diluar itu, yang sangat saya sayangkan adalah sanksi terhadap oknum polisi Kutalimbaru yang terbukti telah melakukan pemerasan dan pencabulan terhadap istri tersangka narkoba, harusnya dihukum berat, di pecat dan diajtuhi pidana, tapi kok malah sebatas sanksi mutasi domasi. Sanksi itu saya rasa terhadap oknum yang telah bersalah tidak cocok kalau sebatas mutasi. Artinya berbanding terbalik dengan sanksi yang dijatuhkan terhadap Bripka PS. Sementara dari sisi kejahatannya, lebih buruk tindakan yang dilakukan oknum Polisi Kutalimbaru tersebut”, tandasnya. (Rudi Hartono)