28.4 C
Indonesia
Sab, 12 Oktober 2024
close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

28.4 C
Indonesia
Sabtu, 12 Oktober 2024 | 9:44:15 WIB

Viral, foto lawas mahasiswi fakultas syariah UIN Sunan Ampel Surabaya tidak berjilbab

Reporter : Hamdi

Surabaya detikjatim.id – Fakultas syariah adalah salah satu fakultas di dalam program studi ilmu-ilmu keislaman di mana didalamnya mahsiswa mempelajari hukum-hukum syariah islam secara intensif dan professional

berangkat dari pengertian tersebut dalam pandangan masyarakat umum pastinya jika kita ketahui di zaman sekarang banyak sekali para jilbaber khususnya yang mempelajari agama lewat ustadz-ustadz kondang via online maupun offline yang sangat berpegang teguh pada kaidah jika berislam harus berjilbab dan menutup aurat secara kaffah (keseluruhan)

namun begitu, belakangan beredar foto-foto lawas mahasiswi universitas islam sunan ampel Surabaya tidak mengenakan jilbab disaat mereka mengirimkan fotonya pada sebuah majalah islam bernama majalah al-ummah, media informasi dan komunikasi yang dialamnya memuat berita-berita seputar ke-NU an dan pembahasan-pembahasan hokum lainnya

dalam majalah tersebut yang di muat tahun 1990 tertanggal 04 oktober pada kolom bursa sahabat al-ummah tertera beberapa foto sahabat atau pembaca setia al-ummah yang notabene nya seorang muslimah mahasiswi jurusan syariah tidak mengenakan jilbab atau atribut-atribut keislaman, sebagaimana yang lumrah kita jumpai pada mahasiswa zaman sekarang

lalu timbul sebuah pertanyaan, apakah saat itu mereka belum faham islam? Ataukah mereka tidak mengerti cara berislam secara kaffah, seperti yang digaung-gaungkan aktivis akhwat belakangan ini

ternyata setelah wartawan media detikjatim.id telusuri, saat itu memang belum masuk ke Indonesia khususnya faham pan islamisme, sebelum adanya reformasi di Indonesia masih tidak ada faham-faham semacam salafi dan pan-islamisme yang belakangan ini banyak di gaungkan oleh gerakan aktivis ultra nasionalis

Fenomena hijrah tercatat mulai menjamah masyarakat perkotaan Indonesia sejak 1980-an. Gejala sosial ‘untuk menjadi lebih religius’ kala itu tak lepas dari ekspansi ragam gerakan Islamisme transnasional yang berasal dari negara lain, di antaranya Salafi, Wahabi, Jamaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir.

Penyebaran pandangan untuk menjadi lebih religius atau hijrah terjadi secara alami di Indonesia. Fenomena itu terbentuk seiring kepulangan para mahasiswa Indonesia yang mengenyam pendidikan di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi yang umumnya beraliran Salafi.

Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya fakultas syariah Dr. Muflikhatul Khoiroh, M.Ag  mengatakan fenomena hijrah di Indonesia baru belakangan riuh di permukaan karena cukup lama tertekan oleh rezim Orde Baru yang tergolong represif terhadap gerakan Islam.

“Gerakan atau harokah keislaman saat itu tidak bisa mengartikulasikan gagasan dan perlawanannya ke publik,” ujar Miftah kepada wartawan detikjatim.id di kampus UIN Surabaya, beberapa waktu lalu.

Dr.Miftah mengatakan begitu banyak mahasiswa asal Indonesia yang belajar di Saudi pada medio 1980-an. Mereka menyerap pandangan dan budaya setempat lalu mendakwahkan kembali sepulang ke Indonesia. Itu dilakukan atas keinginan sendiri atau merasa sebagai kewajiban seorang muslim.

Penyebaran paham untuk menjadi lebih religius cenderung berkutat di wilayah perkotaan. Mereka belakangan berani muncul untuk berdakwah di ruang publik.

Setelah Indonesia memasuki reformasi, para penyebar hijrah mulai masuk ke wilayah strategis, seperti sekolah dan yayasan, tempat tahfidz dan tahsin quran, percetakan buku, membentuk ajang Islamic Book Fair, hingga membuat TV dan Radio di Indonesia.

Dia juga mengatakan gaya tersebut berbeda dengan pemuka agama dari organisasi konvensional semacam Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

“Mereka kalau tidak didatangi sama jemaah, ya jarang bersuara. Ini juga jadi evaluasi bagi NU dan Muhammadiyah,” kata Miftah

Para penyebar salafi terdukung oleh generasi yang sangat memahami teori komunikasi, terutama dalam hal mengajak orang ikut bergabung dengan kelompoknya.

Ajakan-ajakan di media sosial, misalnya, dikemas sedemikian rupa untuk menarik perhatian kalangan milenial dengan gaya pendekatan anak muda.

“Kelompok Islamis ini urban genius. Sejak awal mereka paham pasar dan cara treatment-nya. Mereka tahu betul packaging is everything,” ujar Miftah

Sementara itu di dalam Tafsir Al-Mishbah, Quraish Shihab yang mengutip pendapat Ibn ‘Athiyah mengatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan, namun tentunya yang dikecualikan tersebut dapat berkembang sesuai kebutuhan yang mendesak. Pandangan beliau terhadap persoalan ini tidak ekslusif, sehingga diperlukan harmonisasi antara pemahaman teks agama dengan konteks agama itu diejewantahkan.

Meskipun demikian, dalam tayangan Metro TV pada 2016 beliau menegaskan bahwa memakai jilbab adalah baik. Namun demikian seseorang tidak boleh memaksakan orang lain untuk memakainya sebab ada ragam pendapat yang lain soal itu, seperti pandangan yang mengatakan bahwa yang paling utama adalah memakai pakaian terhormat.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles