Reporter : Rpms
— Dewan Pimpinan Wilayah Gerakan Masyarakat Profesional (GM Pro) Jawa Timur menegaskan bahwa kegagalan ribuan guru swasta untuk mendaftar Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024–2025 merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara.
Hal ini disampaikan usai perwakilan DPW GM Pro Jawa Timur menghadiri audiensi nasional GM Pro bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) serta Kementerian Agama (Kemenag) di Jakarta pada 23 Oktober 2025. Audiensi tersebut juga dihadiri oleh Direktur GTK Kemenag, Dr. Faisal Musaad, dan Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikdasmen, Bapak Temu Ismai.
Guru Swasta Tertolak Sistem, Bukan karena Tidak Layak
Banyak guru swasta di Jawa Timur dan daerah lain mengeluhkan gagal mendaftar PPPK karena sistem SSCASN (sscasn.bkn.go.id) menolak data mereka. Notifikasi kesalahan seperti “Gagal mengambil daftar pendaftaran beserta tabel referensinya dari basis data” muncul saat proses seleksi.
Kesalahan ini diduga akibat ketidaksinkronan data antara database kelulusan PPG (Kemdikbudristek) dengan portal SSCASN (BKN). Dampaknya, meski sudah lulus PPG dan aktif mengajar di sekolah yayasan, status guru swasta tidak terbaca sebagai tenaga non-ASN, sehingga mereka kehilangan kesempatan mendaftar.
DPW GM Pro Jatim: Ini Pelanggaran Hak Konstitusi
Ketua DPW GM Pro Jawa Timur, Haris, menegaskan bahwa kondisi ini bukan sekadar persoalan teknis, tetapi telah melanggar hak konstitusional guru swasta sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (2) dan (3) UUD 1945.
“Guru swasta memiliki hak yang sama untuk bekerja dan mendapatkan perlakuan adil dalam sistem pemerintahan. Jika mereka ditolak hanya karena masalah data, itu jelas pelanggaran hak konstitusional,” tegas Haris.
Haris menambahkan, guru swasta telah berperan penting dalam dunia pendidikan nasional, namun sering diperlakukan tidak setara dengan guru negeri. Padahal, UU ASN No. 20 Tahun 2023 Pasal 37 menegaskan bahwa semua guru profesional berhak mengikuti seleksi ASN sesuai kompetensinya.
Audiensi Nasional GM Pro: Mendorong Aksi Nyata Pemerintah
Dalam audiensi nasional yang dipimpin oleh Ketua Umum GM Pro, Antok, bersama perwakilan DPW Sumatra, Pak Ondik, dan DPW Jawa Timur, Pak Haris, organisasi GM Pro menyerahkan dokumen laporan dan data guru swasta yang tidak terdaftar di sistem.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Dr. Faisal Musaad (Direktur GTK Kemenag) dan Bapak Temu Ismai (Sekretaris Dirjen GTK Kemendikdasmen) yang menyampaikan komitmen untuk melakukan verifikasi ulang data guru swasta serta mengkoordinasikan perbaikan sistem informasi lintas instansi agar kasus serupa tidak terulang.
Namun hingga kini belum ada solusi konkret yang diumumkan pemerintah terkait mekanisme pendaftaran ulang atau tindak lanjut bagi guru yang gagal mendaftar.
Tuntutan dan Seruan Keadilan
Dalam pernyataannya, DPW GM Pro Jawa Timur menegaskan tiga tuntutan utama:
Pemerintah harus segera memperbaiki sinkronisasi data antara Kemendikbudristek dan BKN.
Membuka kembali pendaftaran PPPK bagi guru swasta yang telah memenuhi syarat profesional.
Menindak pejabat atau kebijakan yang menghambat pelaksanaan hak konstitusional guru swasta.
“Kami menolak diskriminasi terhadap guru swasta. Negara harus menjamin kesetaraan hak bagi semua tenaga pendidik tanpa membedakan status lembaga tempat mereka mengajar,” tegas Haris.
Harapan dari Jawa Timur untuk Nasional
DPW GM Pro Jawa Timur menyatakan komitmennya untuk terus mengawal isu ini hingga pemerintah menunjukkan tindakan nyata, bukan sekadar janji administratif.
“Perjuangan ini bukan hanya soal nasib guru swasta, tapi soal konstitusi dan keadilan sosial. Jika hak guru diabaikan, maka pendidikan nasional ikut tercederai,” pungkas Haris.
Sebagai langkah lanjutan, DPW GM Pro Jawa Timur menegaskan akan menempuh jalur hukum apabila pemerintah tetap tidak merespons tuntutan ini.
“Kami siap mengajukan gugatan hukum dan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika pemerintah tidak segera memperbaiki kebijakan seleksi PPPK yang diskriminatif. Ini bukan ancaman, tetapi bentuk tanggung jawab moral untuk menegakkan konstitusi dan keadilan bagi guru swasta,” tegas Haris menutup pernyataannya.(RPMS/Tim Redaksi)





