Reporter : Sakban
– Peresmian 13 dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Polresta Sidoarjo pada Kamis (21/8/2025) mendapat sorotan luas. Program yang diklaim mampu memberi manfaat bagi 3.405 warga serta menyerap 50 tenaga kerja ini dinilai menjanjikan. Namun, di balik gebrakan tersebut, muncul pertanyaan: sejauh mana efektivitas SPPG benar-benar dirasakan masyarakat?
Dapur Gizi, Harapan Baru Pangan Murah
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Polri ini hadir di tengah melonjaknya harga kebutuhan pokok. Warga Sidoarjo menyambut positif. “Kalau bisa benar-benar rutin, ini akan sangat membantu ibu-ibu seperti saya. Apalagi sekarang harga beras dan lauk makin mahal,” kata Siti Aminah, warga Pagerwojo yang datang saat GPM digelar.
Di sisi lain, pengamat kebijakan publik dari Universitas Airlangga, Dr. Andri Setiawan, menilai keberadaan SPPG dapat menjadi solusi jangka pendek. “Ini penting untuk menutup kesenjangan gizi, terutama pada kelompok rentan. Tapi jangan berhenti pada seremoni. Distribusi dan kualitas pangan harus diawasi secara ketat,” tegasnya.
Menelisik Potensi Kendala
Hasil penelusuran detikJatim menemukan sejumlah potensi tantangan di lapangan. Pertama, soal kontinuitas bahan pangan. Beberapa petugas Polri di daerah menyebut pasokan beras subsidi sering tidak merata. “Kalau pasokan Bulog seret, kegiatan bisa tersendat,” ungkap salah satu anggota polres yang enggan disebutkan namanya.
Kedua, transparansi penerima manfaat. Dengan target 3.405 orang di Sidoarjo, mekanisme penentuan siapa yang berhak masih minim sosialisasi. Kondisi ini berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial.
Ketiga, keterbatasan tenaga kerja. Meski melibatkan 50 orang, sejumlah aktivis menilai jumlah tersebut belum sepadan dengan beban distribusi ribuan paket gizi setiap harinya.
Data Nasional: Capaian vs Realita
Secara nasional, Polri mengklaim telah membangun 458 SPPG dengan penerima manfaat 1,59 juta orang dan menyerap 22.859 tenaga kerja. Namun, investigasi lapangan detikJatim menemukan tidak semua dapur gizi beroperasi optimal. Ada yang hanya aktif saat kunjungan pejabat, sementara di hari biasa kegiatannya minim.
Sementara itu, Gerakan Pangan Murah (GPM) yang berlangsung di 15.419 titik dengan penyaluran 21.391 ton beras, termasuk 3.438 ton di Jawa Timur, dinilai positif. Meski begitu, harga di lapangan kerap masih lebih tinggi dibanding harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Harapan Publik
Warga berharap kehadiran dapur gizi Polri bukan sekadar proyek jangka pendek. “Kalau cuma rame waktu diresmikan, ya sama saja bohong. Kita butuh program yang jalan setiap hari,” kata Rahmat, buruh harian di Sidoarjo.
Liputan khusus ini mengungkap bahwa program dapur gizi Polri menyimpan potensi besar untuk menekan masalah pangan. Namun, tanpa pengawasan ketat, transparansi distribusi, dan jaminan pasokan, dikhawatirkan SPPG hanya menjadi simbol politik ketahanan pangan.
kami menambahkan grafik dan tabel data visual untuk memperkuat liputan investigatif ini:
Grafik 1: Gerakan Pangan Murah (GPM) di Jawa Timur
Menunjukkan jumlah titik lokasi dan volume beras SPHP yang disalurkan.
Grafik 2: Perbandingan SPPG Nasional vs Sidoarjo
Menampilkan penerima manfaat (bar biru) dan tenaga kerja yang terserap (garis merah).
Tabel Data
Gerakan Pangan Murah Jawa Timur
| Wilayah | Titik Lokasi | Penyaluran Beras SPHP (Ton) |
|---|---|---|
| Jawa Timur | 2.994 | 3.438 |
SPPG Nasional vs Sidoarjo
| Wilayah | Jumlah SPPG | Penerima Manfaat | Tenaga Kerja |
|---|---|---|---|
| Nasional | 458 | 1.590.000 | 22.859 |
| Sidoarjo | 13 | 3.405 | 50 |





