20 C
Indonesia
Sab, 1 November 2025
close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

20 C
Indonesia
Sabtu, 1 November 2025 | 2:53:02 WIB

Novel Desa Terlaknat : “Sebuah Nama”

BLURB

“Desa Terlaknat adalah sebuah desa terpencil di pelosok nusantara, yang didalamnya terdapat masyarakat yang mempunyai latar belakang budaya dan adat istiadat yang masih dipertahankan hingga saat ini, berbagai macam kehidupan warga desa dituturkan dalam buku ini, mulai dari asal usul nama desa sehingga dikatakan terlaknat hingga seluruh problematika kehidupan masyarakat didalamnya yang penuh dengan kekejian dan kekejaman, saling sudut menyudutkan, saling sikut untuk menjatuhkan, semua warga ingin menjadi yang terhebat, yang terkuat dan bahkan merasa dirinya paling suci yang dengan gampangnya menganggap orang lain sesat, kotor dan hina.

Salah satu adat kebiasaan yang keji warga desa terlaknat menimpa seorang penderita kusta bernama mat lepi,yang sehari-harinya hidup sebatang kara, tanpa ayah bunda, tanpa sanak saudara yang menemani, semua orang mengasingkannya, bahkan menginginkan dirinya lenyap dari dunia yang fana ini, hingga akhirnya mat lepi mendapatkan berbagai macam kekerasan fisik dan non-fisik karena kerap kali keinginannya untuk membahagiakan warga desa terlaknat dianggap sebuah kekotoran dan suatu hal yang najis dan memuakkan.”

 

Chapter 1

Sebuah Nama

“Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Maka baguskanlah nama-nama kalian” (HR. Abu Dawud & Al-Baihaqi)

 

Kicauan burung bersahut-sahutan di alam yang asri di awal pagi, mentari mulai menampakkan sinarnya secara pelan-pelan mulai menyinari ranting pepohonan jambu mente yang berjejeran disepanjang jalan desa, dari kejauhan Nampak aktivitas penduduk desa , ada yang bersiap-siap pergi ke ladang untuk bertani , adapula yang sedang menghidupkan motornya sembari memanaskan agar mesinnya siap dipakai menelusuri jalan-jalan berlubang dan tanjakan tajam menuju pasar dimana mereka menjual hasil ladangnya, atau mereka yang sedang ingin membeli lauk pauk,sandang pangan dan mereka yang sedang ingin membelikan baju untuk anak-anaknya,

Diujung sana ada beberapa anak kecil dan setengah dewasa yang sedang berjalan kaki dengan sandal jepit seadanya menelusuri pematang sawah mereka untuk menuju sebuah sekolah swasta didesa mereka, sekolah yang bernaung dibawah departemen agama islam mereka menyebut sekolah itu dengan sekolah MI & MTs Darul Fitnah , satu-satunya sekolah didesa mereka yang berdiri sejak dahulu kurang lebih sudah setengah abad, namun sekolah itu selalu menjadi perbincangan dan cemoohan dikalangan masyarakat desa karena menurut mereka sekolah itu sangat amburadul berbagai macam kekurangan menimpa pengelolaan madrasah atau sekolah tersebut.

Didesa ini aku dilahirkan, sebuah desa yang sangat pelosok dan pedalaman diujung pulau garam Madura, dengan nama yang unik yakni desa Terlaknat. Kedengarannya sungguh asing ditelinga orang luar namun kami yang berasal dari sini sudah faham dan mendarah daging dengan asal usul desa ini, pada suatu pagi kakek memanggilku dengan suara lirih yang menandakan usianya

“cung, sini kamu, kakek mau ngobrol mumpung kopi masih hangat” kata dia sambil menyeruput kopinya

“iya kek, “ sahutku sambil berjalan perlahan karena baru bangun tidur

“kamu mau tidak, kakek ceritakan kisah nenek moyang kita dalam menciptakan dan melestarikan desa kita ini.?” Kakek bertanya sembari memulai obrolannya

“mau dong kek, masak tidak mau kan kakek setiap cerita pasti seru, hehe “ jawabku bersemangat

“jadi, gini cung. Dahulu hiduplah dua orang kakak beradik yang dilahirkan oleh salah seorang tetua adat di desa atas gunung itu,”kata kakek sambil menunjuk gunung yang ada disebelah utara desa kami

“mereka hidup rukun dengan asuhan kedua orang tuanya, mereka saling mengasihi satu sama lain, sampai suatu ketika mereka dikagetkan dengan adanya pembunuhan yang mengatasnamakan tetua adat yakni ayah mereka” kakek melanjutkan ceritanya sambil menyeruput kopinya

“gemparlah seluruh desa dengan kejadian itu, hingga akhirnya mereka saling tuduh dan saling sangka pada ketua desa, yang satu mengatakan jika motif pembunuhan itu karena kecemburuan tetua desa pada korban karena sering menggoda istrinya, sedang yang lain mengatakan jika tetua desa membunuhnya karena diduga korban melecehkan salah satu anaknya.” Kakek beercerita dengan penuh semangat

“hingga pada pagi hari setelah pembunuhan itu para penduduk kampung berkumpul dan membuat kesepakatan bersama untuk menuju rumah tetua adat menuntut penjelasan dan kejelasan dari pembunuhan yang terjadi semalam.” Kakek berhenti sejenak dan menyeruput kopinya lagi

“tetua desapun keluar rumah dan bersiap menjelaskan perihal kejadian semalam pada masyarakatnya, “saudara-saudaraku sekalian”, kata kepala desa mengawali penjelasannya”

“kalian tau jika pembunuhan semalam aku yang melakukan?, “iya, kami tau” jawab masyarakatnya secara bersamaan dan kompak”

“iya, memang betul sayalah yang melakukan pembunuhan itu, berdasarkan sebab korban yang bersangkutan telah menghamili salah satu dari anak perempuan saya ini.”kepala desa menjelaskan dengan penuh wibawa.” Kakek berhenti sejenak untuk memelintir rokoknya yang terbuat dari kulit jagung atau biasa kita sebut rokok kretek.

“masyarakat desa sambil emosi berkata : “usir saja anakmu dari sini, jika memang benar ia telah melakukan perzinahan, kami tidak mau desa ini menjadi desa yang dimurkai tuhan” . yang lain menjawab :”iya, betul itu, usir!” lalu secara bersamaan penduduk desa berkata dengan lantang, : “usir, usir, usir, usir,! ” kakek berhenti sejenak untuk menghidupkan rokoknya

“lalu dengan penuh penyesalan dan kesedihan yang luar biasa anak dari kepala desa yang telah melakukan perzinahan itu lari dari rumahnya tanpa pamit kepada orang tuanya, menuruni gunung dan untuk beberapa saat ia tinggal dihutan di kaki gunung ini, yang kemudian dia melahirkan anak dalam kandungannya dan terus berank-pinak menjadi para warga di desa kita sekarang ini.”

“sejak saat itulah penduduk luar desa menyebut desa kita ini dengan sebutan desa terlaknat” kakek mengakhiri ceritanya

“berarti kita ini keturunan zinah kek” kataku sambil penasaran dengan cerita ini karena sangat membingungkan

“tidak juga,cung” kakek menjawab sambil tersenyum padaku

“loh, kok gitu, kan kata kakek tadi yang menempati desa kita ini awalnya adalah seorang perempuan yang sedang hamil karena hasil berzinah?” tanyaku pada kakek dengan penuh telisik

“yaa, kakek ini seorang pendatang yang kebetulan membuka pendidikan pesantren disini, dan nenekmu juga bukan orang asli sini, jadi disini kita tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan cerita atau dengan prempuan yang ada dalam cerita tersebut cung.” Kata kakek seraya memungkaskan ceritanya

Akupun pergi berlalu meningnggalkan kakek karena ada yang memanggilku dari seberang jalan,

“hei, mora.” Kata pria itu dari seberang jalan sambil melambaikan tangan

Aku lihat ternyata dia si ardi, anak desa sebelah yang sudah sejak lama berteman denganku, Dia memanggilku mora, padahal namaku lebih panjang dan lebih bagus dari sekedar panggilan itu. Didesa ini kami terbiasa dengan memberi nama seseorang berdasarkan keadaan atau kebiasaan dimana momen pas waktu mereka dilahirkan, contoh saja aku yang dipanggil mora atau morah ini terjadi karena pada saat aku dilahirkan orangtua ku mendapatkan rezeki yang berlipat ganda, dimana sebelumnya mereka sangat miskin dan tidak punya apa-apa sehingga karena hal ini aku dipanggil morah yakni rezeki melimpah, murah rezeki yang datang secara tiba-tiba mengiringi kelahiranku. Adapula adikku yang kemudian dipanggil surban karena pada saat melahirkan ibuku sedang berusaha sekuat tenaga melahirkan sementara saat itu dukun beranak berteriak sambil meminta seutas kain untuk dipakaikan pada adikku yang baru keluar,

“kain-kain, mana kain? Ambilkan kain” teriak dukun beranak sambil lalu memegangi adikku yang baru keluar dari rahim ibuku

Sambil kalang kabut kakek dan nenekku mencari kain, karena saat itu ayahku sedang tidak dirumah untuk beberapa bulan melaksanakan ibadah haji ditanah suci mekkah.

“aduh, gak ada kain, ambil saja surban ini sebagai ganti kain” kata kakekku sambil tergopoh-gopoh menyodorkan surban yang ada pada pundaknya, karena saat itu tidak menemukan seutas kainpun saking kalutnya saat itu.

Banyak nama-nama unik dan terkesan nyeleneh dikampung ini dengan berbagai macam alasan dan sebab mulai dari nama binatang seperti kambing,sapi sampai nama benda-benda, dan lainnya. Hal ini didasarkan pada kepercayaan mereka pada sesuatu yang terjadi pada bayi mereka seperti sakit yang tak kunjung sembuh atau sesuatu mimpi dan hal lain yang melatar belakanginya.* (Bersambung)

 

* Notice

Novel Desa Terlaknat merupakan sebuah novel yang sangat melegenda diantara kalangan jurnalistik, ceritanya yang sangat unik dan punya karakter tersendiri, gaya penulisan yang sangat penuh dengan emosi seakan membawa pembacanya pada alur cerita dan turut merasakan langsung apa yang sedang terjadi didalam cerita tersebut, sarat makna dan penuh hikmah kehidupan yang dapat ditiru oleh pembacanya. novel ini ditulis oleh penulis kenamaan dengan nick name Emsakbant yang sejak 2011 malang melintang didunia kepenulisan, novel ini diterbitkan pada tahun 2020 Oleh Penerbit Haura Publishing dan terdaftar di ISBN dengan nomor 978-623-6866-89-4

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles