Reporter : RPMS
– Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pangerreman yang berada di jalur Pantura, tepatnya di jalan raya Ketapang–Sokobanah, dikeluhkan masyarakat. Pasalnya, SPBU yang terletak di dekat kawasan pesisir tersebut diduga kerap mendahulukan penjualan solar menggunakan dirigen, sehingga menyebabkan antrean panjang kendaraan.
Keluhan warga muncul lantaran praktik tersebut sering membuat persediaan solar habis sebelum kendaraan umum memperoleh layanan pengisian bahan bakar. Kondisi ini turut menghambat aktivitas masyarakat, terutama para pengendara yang bergantung pada solar untuk kegiatan harian.
Warga juga menduga bahwa penjualan solar dengan dirigen tersebut dilakukan kepada pihak-pihak yang tidak memiliki rekomendasi atau izin resmi, sehingga dinilai melanggar ketentuan perundang-undangan terkait distribusi BBM bersubsidi.
Saat awak media berupaya melakukan konfirmasi di lokasi SPBU, sikap ketua atau kepala pengelola SPBU justru menjadi sorotan. Ia disebut bersikap arogan dan terkesan menantang ketika ditanya terkait dugaan pelanggaran tersebut. Bahkan, menurut keterangan di lapangan, pengelola SPBU sempat mengaitkan persoalan itu dengan nama salah satu pondok pesantren besar di Pamekasan, seolah memiliki dukungan tertentu untuk membenarkan praktik yang dilakukan.
Regulasi & Pasal yang Berpotensi Dilanggar
Undang‑Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi — khususnya Pasal 55
Pasal 55 mengatur bahwa distribusi, penyimpanan, perdagangan, maupun transportasi minyak dan gas bumi hanya boleh dilakukan oleh pihak yang memiliki izin resmi. Jika ada yang memperjualbelikan BBM subsidi di luar mekanisme/izin yang disyaratkan (misalnya ke penadah bukan konsumen resmi, melalui “jalur dirigen”, atau penjualan ke pihak tidak berhak), maka itu termasuk pelanggaran.
Ancaman hukumannya bisa sangat berat: pidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp 60 miliar.
Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Distribusi, dan Harga Jual Eceran BBM, serta ketentuan turunannya dari BPH Migas (misalnya keputusan-keputusan pengaturan distribusi) — yang menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan BBM subsidi, kuota harian, dan mekanisme distribusi.
Jika SPBU atau penyalur menjual BBM subsidi secara tidak sesuai peruntukan — misalnya menjual ke pihak umum dengan kuantitas besar, ke penadah, atau melewati batas kuota — itu bisa dianggap melanggar regulasi distribusi/subsidi.
Implikasi Bila Terbukti
SPBU atau penyalur bisa dikenakan sanksi pidana, termasuk penjara hingga 6 tahun dan denda besar (sampai puluhan miliar rupiah).
Penyaluran subsidi bisa dihentikan sementara atau izin distribusi bisa dicabut — seperti yang pernah terjadi pada kasus SPBU lain.
Jika distribusi solar subsidi disalahgunakan untuk kegiatan ilegal (misalnya tambang ilegal, usaha besar, bukan untuk kendaraan rumah tangga / nelayan / pengguna layak subsidi), maka ini bisa melanggar peruntukan BBM subsidi dan merugikan negara serta masyarakat kecil.
Hingga berita ini diturunkan, masyarakat berharap pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan Pertamina segera melakukan pengecekan serta memberikan tindakan tegas apabila ditemukan pelanggaran dalam distribusi BBM subsidi di SPBU Pangerreman.
Pihak Redaksi Akan Melakukan Pelaporan Terkait kepada Pihak Berwajib sambil terus mengumpulkan beberapa bukti dan data data valid. (RPMS/Tim)





