Reporter : Redaksi
– Proses seleksi program Dai Transformatif yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa Jakarta tahun 2025 menuai sorotan publik. Beberapa peserta menilai pelaksanaan seleksi tersebut tidak transparan, terkesan tebang pilih, dan jauh dari standar profesionalitas lembaga filantropi Islam berskala nasional.
Salah satu peserta asal Sampang, Madura, Moh. Sakban, SE, mengaku mengalami sejumlah kejanggalan saat mengikuti tahap wawancara. Berdasarkan jadwal resmi yang diterimanya, Sakban seharusnya diwawancarai oleh Ustaz Lukman, namun kenyataannya yang mewawancarai adalah orang lain yang tidak tercantum dalam daftar pewawancara resmi.
“Saya dijadwalkan oleh panitia untuk diwawancarai oleh Ustaz Lukman, tapi ternyata bukan beliau yang mewawancarai saya. Orangnya lain, dan saya tidak diberi alasan kenapa bisa berubah,” ungkap Sakban kepada awak media.
Lebih lanjut, Sakban menilai proses wawancaranya juga berbeda dari peserta lain. “Teman-teman yang lain katanya diuji seputar ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf) dan juga diminta ceramah. Tapi saya hanya diminta menjelaskan biodata dan profil diri. Tidak ada uji kemampuan dakwah sama sekali. Jadi jelas tidak sama perlakuannya,” tambahnya.
Keanehan juga muncul ketika pewawancara sempat menyampaikan bahwa dirinya “ditunggu di Jakarta,” yang memberi kesan bahwa Sakban sudah dipertimbangkan untuk lolos. Namun, setelah pengumuman resmi dirilis, ia justru dinyatakan tidak lulus — bertolak belakang dengan pernyataan sebelumnya.

Menanggapi hal ini, pihak Dompet Dhuafa ketika dikonfirmasi oleh media hanya memberikan jawaban singkat.
> “Intinya hasil wawancara sudah dimusyawarahkan oleh tim,” ujar perwakilan Dompet Dhuafa melalui pesan singkat.
Pernyataan tersebut dinilai sejumlah pihak terkesan asal jawab dan tidak mencerminkan profesionalitas lembaga filantropi Islam sebesar Dompet Dhuafa. Publik menilai, lembaga yang selama ini dikenal sebagai pelopor gerakan dakwah dan pemberdayaan umat seharusnya menunjukkan sistem seleksi yang transparan, objektif, dan berkeadilan.
Masyarakat berharap Dompet Dhuafa segera memberikan klarifikasi terbuka dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem seleksi Dai Transformatif agar ke depan lebih profesional dan tidak menimbulkan kesan “acak-acakan” di mata publik. Dan Masyarakat Juga berharap agar pemerintah khususnya Kemenag RI dan BAZNAS melakukan investigasi pada Dompet Dhuafa` agar tidak lagi membuat sebagian masyarakat indonesia resah
Sementara itu, Dr. Hendra Prasetyo, ahli komunikasi dari Universitas Indonesia, yang menyoroti fenomena rekrutmen mengatasnamakan filantropi Islam yang kini kerap muncul di media sosial maupun pesan berantai.
Menurut Dr. Hendra, citra agama sering kali digunakan sebagai alat untuk menarik simpati publik. Padahal, tidak sedikit di antara kelompok tersebut yang ternyata memiliki tujuan tersembunyi atau tidak menjalankan prinsip filantropi yang sebenarnya.
“Banyak masyarakat tertipu karena mereka melihat simbol-simbol Islam, kata-kata sedekah, dan kepedulian umat. Padahal ketika ditelusuri, lembaga atau individu di baliknya tidak memiliki izin resmi dan tidak transparan dalam pengelolaan dana,” ujar Dr. Hendra dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Ia menegaskan bahwa masyarakat perlu lebih selektif sebelum bergabung atau memberikan donasi kepada lembaga yang mengklaim bergerak di bidang sosial dan keagamaan.
“Pastikan lembaga itu terdaftar resmi, punya laporan kegiatan yang jelas, dan diaudit secara terbuka. Jangan mudah tergiur ajakan donasi atau rekrutmen yang mengatasnamakan agama tanpa dasar yang sah,” tambahnya.
Dr. Hendra juga menyoroti pentingnya peran media dalam melakukan verifikasi dan edukasi publik terkait fenomena ini. Ia menilai, transparansi dan literasi digital menjadi kunci agar masyarakat tidak mudah tertipu oleh kampanye filantropi palsu yang menjamur di dunia maya.
—
Reporter: Tim DetikJatim.id
Editor: Redaksi Nasional





